Gempa Nepal, 25 April 2015
Gempa Nepal, 25 April 2015
Oleh: Irwan Meilano
(Via FB: 26 April 2015. Taged: Awang Satyana, Sarwidi UII BNPB)
Fakta dan mekanisme gempa
Gempa Nepal terjadi 25 April 2015 dengan magnitudo Mw 7.8 pada kedalaman 15 km. Gempa ini memiliki mekanisme sesar naik, dengan pergeseran maksimum pada bidang gempa mencapai 4 meter. Luas bidang yang bergeser mencapai 160x120km. Goncangan yang dirasakan mencapai intensitas IX (MMI) atau goncangan sangat keras yang dapat menghancurkan bangungan yang dibangun tanpa kaidah rekayasa yang baik. Secara tektonik wilayah Nepal dibentuk sebagai akibat proses tumbukan lempeng benua India yang masuk dibawah benua Eurasia dengan kecepatan 45mm/tahun.
Sejarah bencana kegempaan
Kondisi teltonik ini mengakibatkan telah terjadi beberapa gempa besar di wilayah ini, seperti gempa tahun 1934 dengan M8 yang mengakibatkan lebih dari 10 ribu jiwa menjadi korban.
Analisis Dampak Bencana
Faktor yang menyebabkan jumlah korban yang banyak akibat gempa ini adalah karena:
- Gempa bermagnitudo besar yang terjadi pada lokasi yang dangkal,
- Terjadinya berdekatan dengan lokasi penduduk yang padat dengan infrastruktur yang tidak disiapkan untuk menghadapi gempa besar,
- Goncangan gempa diperkuat oleh adanya faktor amplifikasi di beberapa tempat terutama disekitar katmandu, yang terbentuk dari lapisan tanah lunak yang dulunya berupa danau, dan
- Goncangan gempa diikuti dengan longsoran dari beberapa tebing es ataupun batuan.
Pembelajaran bagi Indonesia.
Dengan kondisi tektonik yang komplek, maka potensi gempa besar bisa terjadi di berbagai tempat di Indonesia. Beberapa kota besar dengan penduduk padat di Indonesia harus dipersiapkan infrastukturnya untuk menghadapi goncangan keras akibat gempa.
Faktor perbesaran goncangan lokal
Faktor amplikasi (perkuatan goncangan) seperti yang terjadi pada saat gempa Nepal atau pada saat gempa Jogja 2006, mungkin juga dialami oleh beberapa kota di Indonesia yang ditutupi oleh sedimen lunak yang tebal, seperti kota Bandung.
Kota Bandung
Kota bandung, memiliki sedimen tebal yang menutupi danau Bandung purba. Sehingga pemahaman akan potensi bencana dan upaya mengurangi risikonya harus menjadi prioritas dalam proses pembangunan di Indonesia.
Editor:
Museum Gempa Prof. Dr. Sarwidi, 27 April 2015