BIODATA SINGKAT 

Tokoh yang satu ini sering muncul namanya di media cetak dan elektronik lokal maupun nasional bahkan di tingkat Internasional. Lewat tulisan ilmiahnya tentang kegempaan, kebencanaan, atau karya ciptanya tentang rekayasa bangunan tahan gempa yang beliau inovasi bagi penduduk di negeri ini dan bagi semua orang di negeri rawan gempa yang mayoritas masyaratnya masih dalam level menengah ke bawah, yakni bagaimana tempat hunian sederhananya bisa lebih aman dari gempa atau bencana alam yang lain.

 

Inilah Sarwidi bin M. Partowirono dengan nama panggilan Widi yang nama lengkapnya adalah Prof. Ir. H. Sarwidi, MSCE, Ph.D., AU. salah satu senior professor, yang memang dilahirkan di dusun Kaliurang, Hargobinangun, Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dia sejak kecil memang memiliki cita-cita menjadi seorang insinyur teknik sipil, tetapi ternyata Tuhan memberi berkat yang melimpah sehingga dia justru menjadi salah satu pakar teknologi rekayasa bangunan tahan gempa di Indonesia. Hal yang unik ketika dia akan mengambil S2 rekayasa kegempaan tahun 1991 justru sempat dipertanyakan oleh teman-temannya dan banyak anggota masyarakat, karena hampir semua orang pada waktu memandang bahwa Yogyakarta dan sebagian besar Indonesia bukanlah sebagai kawasan rawan gempa.  Baik derajat master (S2, MSCE) maupun derajat doktor (S3, Ph.D.) nya diraih di Rensellaer Polytecnic Institute (RPI), New York , Amerika Serikat.

Kiprahnya mulai menonjol sejak di Yogyakarta muncul berbagai bencana dari serangkaian gempa merusak sejak Gempa Blitar tahun 1998 dan seringnya Gunung Merapi bererupsi. Dia rajin membuat pengamatan, kajian, dan eksperimen dalam membuat bangunan yang aman bencana, terutama adalah bangunan yang tahan gempa namun yang sederhana, sehingga layak dikenalkan kepada masyarakat yang umumnya masih dalam level menengah ke bawah. Dengan mendengarkan masukan dari para kolega dalam dan luar negerinya, karyanya ini diberi nama Bangunan Rumah Rakyat Tahan Gempa (BARRATAGA) tahun 2003 yang diaplikasikan oleh para tenaga konstruksi konstruksi binaannya yang tergabung dalam Paguyuban Mandor Bangunan Tahan Gempa (PAMAN BATAGA) sejak 2004 menggunakan alat SIMUTAGA (Simulasi Ketahanan Gempa). Dia juga sudah berhasil membuat konsep  Ruang Lindung Darurat (RULINDA) Merapi pada tahun 2001 dan dibangun awal 3 RULINDA Merapi di Lereng Barat-Daya Karya Merapi tahun 2005. Selain itu, Sarwidi juga sudah membuat konsep Bangunan Panggung Lebih Aman Tsunami (BAPALATSU) pada tahun 2008. Karya-karyanya sudah disebarkan melalui banyak serangkaian forum baik dalam maupun luar negeri, baik secara formal maupun informal. Masyarakat umum serta para kolega dan tamu dari dalam dan luar negeri juga sering  merkunjung dan mengadakan diskusi dengannya. Karya-karyanya sudah diaplikasikan di dalam negeri antara lain melalui PAMAN BATAGA, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Ristekdikti, BNPB RI, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Para pihak luar negeri yang sudah bekerjasama mengaplikasikan karya-karyanya, antara lain adalah Jepang, Uni Eropa, Amerika Serikat, Jerman, dan China.

Sebagian besar karyanya bekerjasama dengan  Masyarakat dan Pemerintah Jepang bersama para kolega dosen, asisten, mahasiswa, dan alumni Universitas Islam Indonesia (UII). Selain mempublikasikan hasil-hasil karyanya, Sarwidi juga mendokumentasikan hasil karyanya di Museum Gempa Prof. Dr. Sarwidi di Kota Wisata Kaliurang, Yogyakarta.

Sebagaimana yang diajarkan oleh kedua orang tuanya, para guru ngajinya, serta para aktifis senior yang mengajarkan perlunya keuletan dan ketangguhan dalam perjuangan, kebersahayaan dan hidup merakyatnya begitu menonjol dengan siapa saja dan bahkan beliau mau berbagi ilmu dengan para mandor bangunan serta mendirikan Paguyuban Mandor Bangunan Tahan Gempa (PAMAN BATAGA), pernah menjadi direktur CEEDEDS UII( Center for Earthquaqe Engineering and Dynamic Effect and Disaster Studies), menjabat direktur dan ahli utama CEVEDS International (Center for Earthquakeand Vulcano Engineering and Disaster Studies), Dewan pendiri Yayasan Wana Mandhira (dahulu KPLH Wana Mandhira) bersama Drs. Sarjimin, Drs. Tarup Agus dkk, Dewan Pendiri dan Pembina FOREKA (Disaster Volunteer Group), dan masih peduli di waktu luangnya menyempatkan diri sebagai Visiting Professor mulai dari PAUD, TK sampai SMA/ SMK, dan mengisi pengajian di sela-sela waktunya , baik di dalam maupun di luar negeri.

Disamping itu untuk menjaga kebugarannya Professor Sarwidi masih menyempatkan diri bersepeda berkeliling DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) maupun Jabodetabek (Jakarta Bogor Bekasi Depok Tangerang) sambil bersilaturahmi dengan sahabat- sahabatnya.

Sosok Professor Senior kelahiran Lereng Gunung Merapi yang tepatnya di Kota Wisata Kaliurang, Hargobinangun, Pakem, Sleman pada tahun 1960 ini patut menjadi teladan bagi siapa saja, karena mau berbagi ilmu dan mendampingi masyarakat lewat sosialisasi tentang kegempaan, kebencanaan, dan merekayasa bangunan tahan gempa yang sederhana dan murah, Dengan kepakarannya, kesederhanaan, dan kepeduliannya ini beberapa kali Sarwidi menjadi delegasi dan nara sumber di forum-forum UNISDR, salah satu anak badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam bidang penanggulangan bencana. Proficiat semoga dapat menjadi teladan bagi kita semua.

<